Dari Lereng Merapi ke Kota: Ekspedisi SERUFO Bawa Cerita dan Keajaiban Tutup Ngisor ke Yogyakarta

YOGYAKARTA — Suara gamelan dari lereng Merapi bersiap berpindah ke jantung kota. Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Rupa dan Fotografi (UKM SERUFO) Universitas Negeri Yogyakarta akan membuka pameran bertajuk Tutup Ngisor di Gedung Pameran Temporer Sonobudoyo, Kamis (30/10). Pameran ini menjadi bagian dari Ekspedisi SERUFO Day 13, kegiatan dua tahunan yang mempertemukan mahasiswa seni dengan kehidupan masyarakat di berbagai daerah.

Pameran yang akan berlangsung hingga 2 November 2025 ini menampilkan hasil riset, dokumentasi, dan pengalaman para anggota SERUFO saat menjelajahi kehidupan masyarakat Desa Tutup Ngisor, Magelang — sebuah desa di kaki Gunung Merapi yang dikenal sebagai pusat kesenian rakyat.

Pada hari pembukaan, pameran dijadwalkan akan dimeriahkan oleh penampilan Tari Golek Ayun-ayun dari kelompok Kamasetra. Panitia memperkirakan acara ini akan dihadiri oleh mahasiswa, pegiat seni, dan masyarakat umum yang penasaran melihat bagaimana kehidupan di Tutup Ngisor diterjemahkan ke dalam karya seni rupa.

Bagi masyarakat seni, Tutup Ngisor bukan sekadar desa wisata budaya. Di sana berdiri Padepokan Seni Tjipta Boedaja, tempat anak-anak muda belajar menari, memahat, dan memainkan gamelan. Setiap sore, suara musik tradisi berpadu dengan desir angin gunung, menghadirkan suasana spiritual yang khas. “Kami belajar bahwa di sana seni bukan tontonan, tapi bagian dari hidup,” ujar salah satu panitia SERUFO dalam keterangan resminya.

Selain pameran karya, pengunjung juga akan disuguhi berbagai aktivitas interaktif yang mengajak publik ikut terlibat. Di antaranya lokakarya Botanical Monoprint oleh Biru Jambon, pertunjukan Hope & Sacrifice oleh Sobrilail, lokakarya kamera lubang jarum oleh Mudrik, sesi berbagi kreatif bersama Shidiq Hanif, mural dan musik live oleh Ibiet, serta lokakarya videografi bersama Fulviandi Dalope.

Seluruh kegiatan itu dirancang untuk menciptakan pengalaman yang terbuka dan kolaboratif. “Kami ingin pameran ini tidak hanya dilihat, tapi juga dihidupi. Pengunjung bisa ikut mencoba, berdialog, bahkan bereksperimen,” kata salah satu kurator muda SERUFO.

Ekspedisi SERUFO sendiri telah berjalan lebih dari satu dekade. Setiap dua tahun, para anggotanya berangkat ke berbagai daerah untuk belajar langsung dari masyarakat, merekam realitas, dan menafsirkan pengalaman itu dalam bentuk karya seni. Setelah menelusuri kehidupan warga Tutup Ngisor, mereka kini membawa hasil pertemuan itu ke kota — sebuah proses “turun gunung” yang menandai pertemuan antara dunia rakyat dan dunia akademik.

Pameran ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya. Namun, bagi pengunjung yang datang, panitia berharap mereka bisa pulang dengan membawa inspirasi — tentang bagaimana seni tumbuh dari tanah, dari manusia, dan dari kehidupan yang sederhana di lereng Merapi.

Ikuti Kami :

Scroll to Top